Pad Thai: Hasil Akulturasi Kebudayaan Tionghoa dan Simbol Nasional Thailand
Dalam perkembangan suatu peradaban, makanan dan minuman dikembangkan juga menjadi salah satu hal yang menarik untuk dikaji. Makanan, terutama street foods, kerap kali diasosiasikan dengan Thailand, hal ini dikarenakan makanan telah menjadi suatu ekspor kebudayaan terbesar oleh negeri gajah putih ini, bahkan pada tahun 2016 Bangkok dinyatakan sebagai destinasi wisata dengan street food terbaik oleh CNN. Salah satu street food dan makanan Thailand yang paling terkenal di dunia ialah Pad Thai, yaitu makanan berbahan dasar mie beras yang ditumis menggunakan bumbu-bumbu dan cabai lokal dengan berbagai macam topping seperti udang, kecambah, tahu, dan sebagainya.
Pad Thai sendiri merupakan suatu makanan yang tak lekang atas kontroversi, makanan ini kerap kali dikaitkan dengan kebijakan pemerintah Thailand pasca berakhirnya monarki absolut di Thailand. Pad Thai di sini berperan lebih dari sebuah makanan tradisional saja, dalam kajian ini juga akan dijelaskan bagaimana Pad Thai menjadi suatu simbol nasionalisme dan fasisme yang ada di Thailand dalam upaya pemerintah untuk membudayakan makanan lokal dan meningkatkan gizi masyarakat.
Makanan ini juga kerap kali dipertanyakan asal usulnya, karena walaupun adanya penyematan “thai” pada nama makanan ini, namun argumentasi dan fakta historis yang ada mempertanyakan keabsahan dari origin story Pad Thai. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji kebudayaan yang bersangkutan dengan Pad Thai dan pengaruh Tionghoa dalam hidangan ini, selain itu tulisan ini juga akan berusaha menarasikan bagaimana perjalanan historis Pad Thai hingga menjadi makanan nasional yang kini sudah tersohor dan dikenal pada berbagai benua.
ASAL-USUL PAD THAI
Pad Thai merupakan salah satu makanan Thailand yang paling terkenal di dunia, hidangan ini dibuat menggunakan bihun atau mie kenyal yang terbuat dari beras yang ditumis dengan kecambah, kacang, dan telur yang biasanya juga dihidangkan dengan udang atau seafood lain.
Seperti hal-hal lainnya Pad Thai sendiri merupakan “anak” dari hasil aslimilasi kebudayaan yang telah terjadi di Thailand selama berabad-abad. Walaupun memiliki nama Pad “Thai” namun hidangan ini tidak sepunuhnya merupakan makanan tradisional Thailand. Mengutip dari Greeley, sebenarnya Pad Thai ini ialah suatu hidangan mie yang tergolong sederhana, bahkan juga bukan hidangan asli Thailand. Jika dikaji secara keseluruhan, Pad Thai sebenarnya memiliki nama lengkap
Kway Teow Pad Thai, hal ini menunjukkan adanya pengaruh Tionghoa dalam Pad Thai, dimana kwey teow merupakan kalimat tionghoa yang berartikan bihun atau mie beras. Pad Thai diduga dipengaruhi oleh masakan-masakan yang dibawa oleh imigran Tionghoa yang datang dari bagian selatan Cina dan menetap di Thailand. Sayuran dan bahan dasar Pad Thai juga dapat dikatakan serupa dengan sebuah hidangan yaitu tae chiew yang berasal dari Guangdong, China.
Selain pengaruh Tionghoa pada bahan baku Pad Thai, teknik memasak yaitu tumis atau stir fry yang menggunakan wok juga dibawa dan dikenalkan oleh imigran Tionghoa terdahulu yang dewasa ini digunakan dalam berbagai macam hidangan Thailand. Chombhala Chaeronying, Minister-Counsellor di Kedutaan besar Thailand Washington D.C., Amerika Serikat, menyatakan bahwa hampir seluruh hidangan Thailand pada dasarnya memiliki akar pada kebudayaan Indo-Cina. Esterisk, mengemukakan bahwa makanan Thailand secara garis besar memiliki bumbu yang diadopsi dari India dan memiliki bahan dasar seperti mie yang diangkat dari makanan yang telah dibawa imigran Tionghoa pada masa Ayyuthaya. Satu-satunya hal yang tradisional dari hidangan Pad Thai ini ialah penggunaan cabai tumbuk.
PAD THAI SEBAGAI PROPAGANDA PEMERINTAH
Pada tahun 1938, Plaek Phibunsongkhram dilantik menjadi perdana menteri ketiga setelah revolusi Siam yang mengakhiri pemerintah monarki absolut di Siam, ia terkenal dengan usaha modernisasi dan propaganda-proganda yang pararel dengan fasisme di Italia dan Jerman pada waktu itu. Salah satunya ialah penggantian nama “Siam” menjadi “Thailand” sebagai upaya untuk me-rebranding Thailand menjadi suatu wilayah yang “baru”. Selain itu ia kerap kali melakukan pendekatan-pendekatan kulturan dalam upaya untuk menjalankan visinya, ia mengeluarkan 12 mandat yang disebut “Ratthaniyom” atau “Mandat Kebudayaan”. Dari 12 mandat tersebut, pada mandat ke-5 yang diisukan pada 1 November 1939, ia menyatakan adanya suatu kewajiban mengenai penggunaan produk lokal atau “produk-produk asli Thailand”, yang diikuti dengan pembuatan wacana hidangan nasional yaitu Kway Teow Pad Thai.
Salah satu alasan sang Perdana Menteri memilih hidangan tersebut sebagai hidangan nasional ialah upaya untuk menasionalisasikan mie yang berasal dari Cina sehingga menjunjung sentimen “anti-Tionghoa” yang ada pada era tersebut. Selain itu, wacana hidangan nasional ini juga dikeluarkan oleh pemerintah dalam upaya penganggulangan penyakit dan mempromosikan makanan yang lebih sehat dan higenis dalam masyarakat, sehingga Pad Thai yang dihidangkan hangat-hangat pada piring yang bersih dijadikan solusi dalam penanggulangan masalah tersebut.
Dalam menjalankan projek ini, pemerintah Thailand mengeluarkan beberapa upaya untuk mempopulerkan Pad Thai, pertama pemerintah membagikan resep Pad Thai pada masyarakat Thailand, mereka juga mempromosikan penggunaan kereta dorong untuk pedagang kaki lima yang dilengkapi dengan sumber gas yang digunakan sebagai pemasak (seperti pedagang kaki lima kini).
Usaha lainnya untuk mempopulerkan Pad Thai ialah penggunaan lagu sebagai suatu propaganda, lirik-lirik yang terkandung pada lagu tersebut menceritakan mengenai manfaat kesehatan dan nutrisi yang terkadung dalam Pad Thai, lirik yang ada juga menegaskan upaya nasionalisasi dan keinginan pemerintah agar masyarakat Thailand pada masa tersebut mengkonsumsi dan membeli masakan maupun bahan bahan baku lokal sehingga meingkatkan perekonomian Thailand.
Pad Thai pada dasarnya diciptakan untuk merepresentasi semangat nasionalisme dan fasisme yang berkembang pada masa itu dan juga upaya menandingi mie dari komunitas Tionghoa, Pad Thai digunakan sebagai suatu identitas nasional dan hidangan pemersatu bangsa, Pad Thai juga digunakan sebagai representatif dari hidangan Thailand yang sangat beraneka macam karena multikulturalisme yang berkembang.
Upaya nasionalisasi ini tercermin pada bahan-bahan dasar yang telah disesuaikan dengan bahan lokal yang tersedia, penggunaan daging babi yang biasanya dikonotasikan dengan makanan Tionghoa dan pada saat itu sukar untuk didapatkan karena adanya food rationing akibat Perang Dunia II diganti dengan udang yang telah dikeringkan atau telur dan tahu yang direbus.
Penyiapan hidangan ini dan tersedianya bahan-bahan dasar Pad Thai membuat Pad Thai ini pada akhirnya menjadi populer di Bangkok dan nantinya di daerah pedalaman, bahkan Pad Thai dapat dikatakan sebagai suatu makanan cepat saji pertama di Thailand.
Kampanye-kampanye yang dilakukan oleh Plaek Phibunsongkhram dapat dikatakan berhasil, karena kini Pad Thai telah menjadi ikon tersohor dari hidangan Thailand, bahkan kerap kali hidangan yang berbasiskan mie dari Thailand digeneralisasi menjadi “Pad Thai”, upayanya dalam memperkenalkan dan mem-branding Thailand dalam kancah dunia juga berhasil, karena hingga kini makanan Thailand menjadi salah satu makanan paling terkenal yang ada dari dunia barat hingga dunia timur. Bahkan dapat dikatakan pula Pad Thai telah mempopulerkan penulisan resep di Thailand yang sebelumnya belum lumrah untuk dilakukan.
DAFTAR REFERENSI
Buku
Albala, Ken. 2013. Food: A Cultural Culinary History. Virginia: The Great Courses.
Baker, Chris & Phongpaichit, Pasuk. 2014. A History of Thailand (3rd ed.). Cambridge: Cambridge University Press.
Esterik, V., P. 2008. Food Culture in Southeast Asia. Westport: Greenwood Press.
Kasetsiri, Chanvit. 2017. A Political History of Thailand and Siam 1932-1957. Bangkok: The Foundation for the promotion of social, science, and humanities textbook project.
Jurnal
Esterik, V., P. 1992. From Marco Polo to McDonald’s: Thai Cuisine in Transition, Food and Foodways : Expectations in the History and Culture of Human Noursihment. 5, (2), 177-193.
Greeley, Alexandra. 2009. Finding Pad Thai. Gastronomica. 9, (1), 78-82.
Joseph P. L. Jiang. 1966. The Chinese in Thailand: Past and Present. Journal of Southeast Asian History. 7, 39-65.
Kesabuth, Pradsanee. The Campaign for Noodles Consumption and Vocation in Relation to the Nation-building Policy During Field Marshal P. Pibusongkram’s Regime (1942- 1944), BU Academic Review. 10, (10). 137-143.
Seubsman, S., Suttinan, P., Dixon, J. & Banwell, C. 2009. Thai Meals, Meals in Science and Practice, 413-151.
Skinner, G. William. 1959. Overseas Chineese in Southeast Asia, The ANNALS of the American Academy of Political and Social Science. 321, (1), 136-147.
Artikel berita online
Firman, T. 2019. Thailand: Pusat Diaspora Cina Terbesar di Dunia. Tirto.id, diakses pada 8 November 2019, dari www.tirto.id/thailand-pusat-diaspora-cina-terbesar-didunia-df3J
Fredman, Roberto A. & Quartz. 2014. The Non-Thai Origins of Pad Thai. The Atlantic, diakses pada 8 November 2019, dari www.theatlantic.com/amp/article/360751/
Shea, G. 2018. World’s 23 best cities for street food. CNN Travel, diakses pada 9 November 2019, dari www.cnn.com/travel/amp/best-cities-street-food/index.htm
Ditulis oleh: Gina Salsabila