Tanegashima: Awal Mula Senjata Api di Jepang

Awal Hadirnya di Jepang

Gambar 1: Gambaran karya Hokusai dari Hokusai manga dairokuhen yang menggambarkan dua orang Portugis di pulau Tanegashima. Inskripsi pada lukisan memiliki arti: Murashukusha dan Kirishita Mota yang terdampar di Tanegashima, Provinsi Osumi, hari ke-25 dari bulan kedelapan dari tahun ke-12 era Tenbun (23 September 1543). Sumber: Tanegashima: The Arrival of Europe in Japan, 2002

Berawal pada tahun 1543, ketika sebuah kapal barang Cina berlabuh di suatu dermaga kecil yang terletak di selatan Pulau Tanegashima, yang berada sekitar 20 mil dibawah Pulau Kyushu, bagian selatan Jepang. Kapal kargo tersebut sebagian besar mengangkut perompak-pedagang dari Cina. Namun, di antara mereka semua terdapat seorang pelaut Cina yang cukup pandai yang sering disebut Goho dan tiga orang penjelajah dari Portugis yang menumpang kapal barang tersebut. Pada saat itu, pedagang dari Portugis telah menjelajahi hampir seluruh pulau di Asia. Tiga penjelajah Portugis ini merupakan orang Eropa pertama yang menjejakkan kakinya di tanah Jepang. Dua di antara mereka membawa senapan arquebus beserta amunisinya dan pada saat Tanegashima Tokitaka, seorang daimyō (tuan feodal) di Pulau Tanegashima, melihat arquebus tersebut dan mencobanya untuk menembak sebuah target bebek yang telah dipasang. Pelatuk ditarik dan terdengar suara letusan yang cukup keras diikuti oleh asap yang tebal. Tembakan tersebut tepat mengenai sasaran. Segera berita mulai menyebar luas tentang senjata baru tersebut, menjadikannya awal penanda masuknya senjata api ke tanah Jepang.

Dengan bantuan Goho sebagai penerjemah, Tokitaka segera meminta untuk mengadakan latihan menembak kepada penjelajah Portugis tersebut. Beberapa bulan kemudian, Lord Tokitaka membeli kedua arquebus milik kedua orang Portugis tersebut. Dia diperkirakan membayar sekitar 1000 tael dalam bentuk emas untuk setiap arquebus. Sebagai perbandingan pada 70 tahun kemudian, sebuah arquebus yang cukup bagus hanya diberi harga sekitar dua tael. Setelah membeli arquebus tersebut, Tokitaka segera memerintahkan kepala pandai besi yang bernama Yaita Kinbei Kiyosada untuk segera membuat tiruan dari arquebus yang baru saja dibelinya. Yaita berhasil membuat tiruan arquebus tersebut, meskipun tiruannya masih kasar dan memiliki beberapa kekurangan seperti sekrup yang menyatukan laras dengan badan senapan. Yaita terus belajar kepada pendatang Portugis lainnya sehingga dia dapat menciptakan sebuah teppo yang bagus dan berkualitas. Dalam kurun waktu setahun, Yaita telah mampu memproduksi sepuluh senjata api, dan dalam satu dekade hampir seluruh pandai besi di Jepang mampu memproduksi senjata api dan senjata api tersebut dikenal dengan nama Teppo atau Tanegashima yang diambil dari nama pulau kelahirannya.

Gambar 2: Arquebus yang dibawa oleh Portugis pada saat singgah di pulau Tanegashima (atas) dan Teppo pertama buatan Yaita Kinbei Kiyosada (bawah). Sumber: Tanegashima: The Arrival of Europe in Japan, 2002

Senjata api hanyalah sebuah “rongsokan besi yang tidak berguna” tanpa bubuk mesiu dan komposisi yang tepat. Hal tersebut juga dipahami oleh Tokitaka sehingga dia memohon kepada Zeimoto untuk mengajarkannya membuat bubuk mesiu sesaat setelah dia membeli senapannya. Tokitaka memerintahkan Sasakawa Koshiro, pelayan keluarga Tanegashima, untuk mempelajari pembuatan bubuk mesiu dari orang Portugis. Kemungkinan dia melaksanakan tugasnya sebelum Yaita mulai membuat teppo pertamanya. Tugas Sasakawa bias dibilang cukup mudah karena orang Portugis tersebut tahu cara mencampur bahan untuk bubuk mesiu yang terdiri dari arang, sulfur, dan saltpeter.

 

Gambar 3: Teppo atau Tanegashima buatan Jepang yang biasa dibawa oleh pasukan penembak atau teppo ashigaru. Sumber: http://www.thefightschool.demon.co.uk/SHOGUN_Articles_TEPPOU.htm

Seorang daimyō yang bernama Oda Nobunaga memiliki ketertarikan terhadap senjata baru tersebut dan memesan sebanyak 500 pucuk senjata api pada tahun 1549. Hal tersebut menjadi bukti bahwa samurai mulai mempelajari penggunaan senjata api dengan cepat. Hal tersebut ditulis dalam dua catatan yang bernama Teppo-ki dan Tanegashima kafu. Teppo-ki atau Catatan Teppo ditulis oleh seorang biksu pelajar dari Satsuma yang bernama Nanpo Bushi pada tahun 1606, 63 tahun setelah peristiwa kedatangan Portugis. Catatan tersebut menjelaskan tentang kisah kehadiran senjata api tersebut, keluarga Tanegashima, kehidupan di Pulau Tanegashima, serta pelatihan dari Tokitaka pada pertengahan tahun 1540. Buku tersebut juga menyebutkan bahwa seluruh bawahan Tokitaka menerima pelatihan penggunaan senjata baru tersebut, hingga akhirnya mereka semua mampu mengenai ratusan sasaran setelah melepaskan ratusan tembakan. Tanegashima kafu juga menceritakan hal yang sama, seperti terjadinya epidemik wabah cacar yang terjadi pada tahun 1682. Pada tahun 1560, senjata api mulai digunakan pada pertempuran besar (dengan ditemukannya seorang jenderal berpelindung lengkap yang mati karena luka tembak), dan dalam beberapa tahun kedepan senjata api merupakan senjata yang paling menentukan dalam salah satu pertempuran hebat dalam sejarah Jepang.

 

Daftar Pustaka

  1. Perrin, Noel. 1979. Giving Up the Gun: Japan’s Reversion to the Sword, 1543-1879. Boston: D.R. Godine.
  2. Lidin, Olof G. 2002. Tanegashima: The Arrival of Europe in Japan. Copenhagen: NIAS Press.
  3. Pollard, H.B.C. Major. 1926. A History of Firearms. Plymouth: The Mayflower Press.
  4. K, Thomas dan I. Ibrahim. 2010. Senjata-senjata yang Mengubah Dunia. Yogyakarta: Mata Padi Presindo.
  5. Flatnes, Oyvind. 2013. From Musket to Metallic Cartridge: A Practical History of Black Powder Firearms. Wiltshire: The Crowood Press.
  6. Held, Robert. 1978. The Age of Firearms A Pictorial History. New York: Bonanza Books. 

 

Ditulis oleh: Nevinko Rizqullah Reulysanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *